Kisah Sultan Muhammad Al Fatih, Sang Pembebas Konstantinopel
Benteng Rumeli Hisarı, İstanbul, Turkey | Photo by Yasincan Güneş on Unsplash |
Kesultanan Utsmaniyah
Utsmaniyah merupakan negara Islam Sunni yang menguasai Semenanjung tiga benua pada masa kejayaannya, yaitu benua Eropa di kawasan Balkan, Asia di Semenanjung Anatolia, Syam, hingga Hijaz, dan kawasan Afrika bagian utara. Negara ini didirikan oleh Osman bin Ertugrul, kepala suku Kayi yang mendiami wilayah Sogut dan sekitarnya. Osman pernah bermimpi dimana dalam mimpinya ia melihat sebuah pohon tumbuh dari dadanya dan semua cabang-cabang pohon tersebut menuju ke wilayah yang akan ditaklukkan olehnya dan keturunannya kelak, kemudian semua daun pada pohon itu berubah menjadi pedang dan semua pedang itu menuju ke satu titik, yaitu Kota Konstantinopel. Dari mimpi tersebut Osman berniat untuk menaklukkan Konstantinopel. Meskipun ia belum berhasil, mimpi itu terus dilanjutkan oleh keturunan-keturunannya, hingga akhirnya dapat ditaklukkan pada masa saat Sultan Muhammad II naik tahta.
Osman kemudian melanjutkan ekspansinya di Semenanjung Anatolia. Ia berhasil menaklukkan Kota Bursa yang sebelumnya bernama Prussa, dan menjadikannya sebagai Ibukota pertama Kesultanan Utsmaniyah. Setelah Osman wafat, perjuangannya dilanjutkan oleh putranya yang bernama Orhan. Pada masa pemerintahan Orkhan, ekspansi Utsmaniyah telah merambah ke benua Eropa, Orhan mulai masuk ke benua Eropa melalui selat Dardanella. Sebenarnya wilayah kekuasaan Utsmaniyah telah mengelilingi Kota Konstantinopel, hanya saja belum berhasil menaklukkannya.
Setelah Orhan wafat, ia digantikan oleh putranya yang bernama Murad. Murad merupakan penguasa pertama yang menggunakan gelar Sultan sehingga ia dikenal sebagai Sultan Murad I. Ia juga merupakan penguasa Utsmaniyah pertama yang tidak murni berdarah Turki karena ayahnya Orhan menikahi seorang wanita Byzantium bernama Nilufer Hatun. Sultan Murad I berhasil menaklukkan salah satu kota milik Byzantium bernama Adrianopel, kemudian mengubah namanya menjadi Edirne dan menjadikannya sebagai Ibukota kedua pemerintahan Utsmaniyah. Sultan Murad I wafat sebagai syahid ketika sedang mengepung Kota Kosovo.
Sultan Murad I kemudian digantikan oleh puteranya yaitu Bayazid atau Sultan Bayazid I. Sultan Bayazid I dijuluki dengan Yildirim yang artinya kilat. Hal ini karena gerakannya yang cepat sekali dalam jihad, ia bolak-balik Asia-Eropa untuk menaklukkan banyak wilayah. Sultan Bayazid pernah terlibat konflik dengan penguasa Timuriyah, yakni Timur Lenk. Akhirnya meletuslah pertempuran Ankara pada 1402 yang dimenangkan oleh Timur Lenk. Kemudian Sultan Bayazid dan para putranya ditahan di penjara hingga ia wafat. Namun putera-puteranya berhasil melarikan diri dan bertikai antara satu sama lain untuk menduduki tahta kerajaan. Akhirnya muncullah putera Bayazid yang bernama Muhammad sebagai pemenang yang menduduki tahta Utsmaniyah dan dikenal sebagai Sultan Muhammad I.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad I, dikirimlah para ulama ke wilayah timur Islam untuk mendakwahkan Islam, yang kemudian dikenal sebagai Walisongo. Setelah Sultan Muhammad I wafat, ia digantikan oleh putranya yaitu Sultan Murad II (ayah Muhammad Al fatih). Sultan Murad II berkepribadian lembut namun sangat disegani oleh lawan-lawannya. Ia juga merupakan ahli Sastra dan Bahasa. Pada masa pemerintahannya, terjadi pertempuran Varna pada tanggal 10 November 1444 antara Utsmaniyah melawan koalisi beberapa kerajaan Eropa. Pertempuran ini dimenangkan oleh pasukan Utsmaniyah dan menjadi akhir dari ekspedisi pasukan salib.
Muhammad Al Fatih
Muhammad Al Fatih adalah sultan ke-7 dari Kekaisaran Utsmaniyah yang memerintah kerajaan setelah wafatnya sang ayah, Sultan Murad II. Nama aslinya adalah Muhammad II bin Murad II. Ia lahir pada 29 Maret tahun 1432 Masehi di Edirne. Ia dikenal sebagai orang yang tekun mempelajari ilmu agama dari ulama-ulama yang terkemuka ketika itu.
Pada tahun 885 Hijriyah, Muhammad Al Fatih diangkat menjadi sultan setelah kematian ayahnya, Sultan Murad II. Muhammad Al Fatih adalah sultan ke-7 dalam silsilah Bani Utsmaniyah yang berhasil membawa Negara mencapai kejayaan.
Muhammad Al Fatih berusaha mewujudkan cita-citanya untuk dapat memasukkan Konstantinopel ke dalam wilayah kekuasaannya. Pada masa pemerintahannya, perluasan wilayah Kesultanan Utsmaniyah kembali dilakukan secara besar-besaran. Kesultanan Utsmaniyah mencapai puncak kejayaannya ketika Muhammad II naik tahta menggantikan ayahnya, Sultan Murad II pada tahun 1451 Masehi.
Usaha Muhammad Al Fatih Untuk Menaklukkan Konstantinopel Menambah Personel Militer dan Memperkuat Armada Laut
Kesultanan Utsmaniyah sangat terkenal akan kekuatan militernya, baik dari segi jumlah personel maupun dari segi semangat tempurnya yang sangat tinggi dan mencapai puncaknya pada masa Sultan Muhammad Al Fatih. Al Fatih berhasil menghimpun lebih dari 250.000 tentara.
Membangun Benteng Rumeli Hisari
Muhammad Al Fatih membangun beberapa benteng pertahanan, salah satunya adalah benteng Rumeli Hisari. Benteng ini dibangun di tepi selat Bosporus yang menuju ke kawasan Balkan dan memiliki arti penting karena berfungsi untuk menempatkan pasukan untuk menghalau pasukan bantuan ke Byzantium.
Menghimpun Persenjataan
Senjata terpenting pada saat itu adalah meriam, namun belum pernah ada meriam raksasa untuk menghancurkan tembok Konstantinopel. Oleh karena itu, untuk, Muhammad Al Fatih mendatangkan insinyur ahli pembuat meriam asal Yunani bernama Orban. Orban kemudian membuat sebuah meriam raksasa yang memiliki bobot hingga ratusan ton. Untuk menarik meriam ini dibutuhkan sekitar 60 ekor lembu jantan dan 200 orang prajurit.
Mengadakan Perjanjian Damai Dengan Beberapa Kerajaan Tetangga
Al Fatih juga mengadakan kesepakatan terhadap negara-negara tetangga yang dianggap dapat membantu Konstantinopel agar pengepungan berjalan lancar. Diantaranya dengan Negara Galata di sebelah timur, Negara Majd dan Venesia. Meskipun kemudian perjanjian ini diabaikan oleh mereka.
Memimpin Langsung Pertempuran
Muhammad Al fatih langsung memimpin pasukannya sebagai panglima militer tertinggi. Maka dimulailah pemberangkatan pasukan dan persenjataannya dari Adrianopel ke Konstantinopel. Mereka sampai di dekat Konstantinopel pada tanggal 6 April 1453. Muhammad Al Fatih mengirim surat kepada Kaisar Byzantium agar mengakui kekuasaan Islam secara damai, tetapi dia menolak dan memutuskan untuk memilih jalan peperangan.
Kaisar Konstantin lebih memilih untuk mempertahankan kota itu daripada menyerahkan kota pada pasukan islam, sehingga pasukan Utsmaniyah terus menggempur Konstantinopel. Pengepungan terhadap Konstantinopel berlangsung cukup lama hingga memakan waktu sekitar 2 bulan lamanya, karena Konstantinopel merupakan kota dengan benteng yang sangat kokoh.
Orang-orang Romawi memasang rantai di Teluk Tanduk Emas agar pasukan Islam tidak dapat memasukinya. Namun, Muhammad Al Fatih dengan kecerdasannya, kemudian memerintahkan pasukannya untuk membawa kapal-kapalnya dari selat Bosporus ke daratan melalui celah salah satu gerbang sebelah barat dan diangkut melewati bukit Galata, kemudian dilabuhkan lagi di teluk Tanduk Emas. Hanya dalam waktu semalam, 70 kapal sudah dipindahkan dari selat Bosporus ke teluk Tanduk Emas melalui jalur bukit Galata. Pemindahan kapal-kapal ini dilakukan pada malam hari ketika pasukan Byzantium mulai lengah. Pada pagi hari tanggal 23 Mei 1453, penduduk Kota Konstantinopel terbangun oleh teriakan takbir dan dentuman meriam.
Pada tanggal 29 Mei 1453, serangan mulai dilancarkan secara terus-menerus. Serangan dilakukan dari segala penjuru. Pada saat yang bersamaan, panglima Byzantium Giovanni Guistiniani melarikan diri karena merasa pasukannya akan kalah, sementara Kaisar Kosntantine XI Palaiologos tewas terbunuh dalam pertempuran tersebut. Pada hari itu juga Konstantinopel jatuh ke tangan pasukan umat Islam di bawah Sultan Muhammad Al Fatih.
----------------
Ditulis oleh: Muhammad Apria Iswara
Referensi : Kusuma., Y, dan Ayunda Sari., L. 2021. Penaklukkan Konstantinopel Tahun 1453 : Upaya Turki Utsmani Menyebarkan Agama dan Membentuk Kebudayaan Islam Di Eropa. Jurnal Integrasi dan Harmoni Inovatif Ilmu—ilmu Sosial. 1 (1) 61-68.
Posting Komentar