Menguak 7 Sisi Gelap Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed Bin Salman
Mohammed Bin Salman |
Cahaya Islam TV - Mohammed bin Salman atau dikenal sebagai sebutan MBS beberapa tahun terakhir menjabat sebagai Putra Mahkota Arab Saudi. Putra Mahkota di Arab Saudi sendiri merupakan jabatan terpenting kedua setelah jabatan raja disana. Penerapan Reformasi ekonomi dan sosial pada kerajaan konservatif Saudi yang dilakukan oleh Mohammed bin Salman membuatnya mendapatkan apresiasi dan pujian. Namun dibalik keberhasilannya dalam menerapkan beberapa gagasan kerja, Mohammed bin Salman juga di sorot publik lantaran dikenal memiliki beberapa sisi gelap dan beberapa kontroversi yang dianggap buruk oleh khalayak dunia. Berikut 7 Kontroversi sisi gelap Putra Mahkota kerajaan Arab Saudi yang muncul ke khlayak publik, Apa saja?
1. Penangkapan Sejumlah Politisi dan Pengusaha Arab Saudi
Penangkapan sejumlah para pesaing politisinya dan pengusaha kaya di Arab Saudi terjadi pada tahun 2017 oleh pasukan keamanan Arab Saudi. Tindakan ini dilakukan dengan alasan sebagai upaya memerangi korupsi dikalangan pejabat eselon kerajaan Arab Saudi.
Beberapa orang dilaporkan dianiya secara fisik dan ditahan selama berminggu-minggu dihotel mewah Ritz-Carlton, Riyadh, Arab Saudi. Berdasarkan laporan dari New York Times mengatakan kekerasan fisik yang dialami oleh 17 tahanan bahkan mengakibatkan seluruh tahanan harus melakukan perawatan medis di rumah sakit.
2. Keterlibatan Dalam Perang Sipil di Yaman
Ribuan orang dilaporkan meninggal akibat kelaparan dan jutaan orang hilang dalam perang Sipil di Yaman pada tahun 2015. Diketahui bahwa pada tahun 2015, Arab Saudi melakukan pengintervensi perang saudara di Yaman dengan meluncurkan lebih dari 1.600 serangan lewat udara yang menargetkan pemberontak Houthi. Hal ini memicu para Aktivitas HAM menuduh pasukan koalisi yang di pimpin oleh Arab Saudi yang melakukan pengeboman warga sipil, rumah sakit, sekolah hingga infrastuktur lainya tanpa pandang bulu. Akibatnya sejak 2015 tercatat setidaknya 10.000 orang tewas dalam perang Sipil Yaman.
3. Memaksa Pengunduran Diri PM Lebanon
Penahanan mengejutkan yang dilakukan pasukan keamanan Arab Saudi terhadap Saad Hariri mantan perdana menteri Lebanon pada kunjungan rutinnya ke Arab Saudi terjadi pada November 2017. Saat itu ponselnya disita setelah tiba di ibu kota Saudi. Sehari kemudian setelah kejadian tersebut Hariri dipanggil bertemu Raja Salman dan Mohammed bin Salman, tetapi akhirnya menerima pidato pengunduran diri. Pengunduran diri tersebut dibacakan secara langsung di saluran TV nasional milik pemerintah Saudi.
Pengunduran tiba-tiba Saad Hariripun kemudian memicu kemarahan di Lebanon atas apa yang dianggap publik sebagai penculikan perdana menteri negara berdaulat di negara lain. Hal inipun kemudian memicu hubungan Arab Saudi-Lebanon pun tegang lantaran Presiden Lebanon Michel Aoun menolak untuk menerima pengunduran diri dan meminta pihak berwenang di Riyadh untuk membebaskan perdana menteri negaranya yang ditahan.
Upaya mediasipun kemudian berhasil dilakukan oleh Presiden Perancis Emmanual Macron, dan menarik kembali pengunduran dirinya. Namun hal ini tetap memicu pandangan bahwa MBS salah satu pemain kunci di balik episode janggal itu.
4. Penangkapan para Aktivis HAM
Pada tahun 2018 sejumlah aktivis HAM perempuan dan laki-laki ditangkap persisnya beberapa minggu sebelum larangan perempuan mengemudi di cabut secara resmi oleh Mohammed bin Salman. Seperti diketahui sekarang, Arab Saudi telah memperbolehkan perempuan untuk mengendarai mobil. Mohammed bin Salman diketahui sebagai kekuatan utama dibalik keputusan tersebut. Namun sesungguhnya, para aktivis HAM di Arab Saudi adalah pihak yang pertama kali berjuang sejak 1990-an agar perempuan mendapatkan hak tersebut.
Lembaga HAM, Human Rights Watch atau HRW, mengkritik penangkapan para aktivis HAM itu dan mengatakan upaya penahanan tersebut untuk menunjukkan Mohammad bin Salman tidak menerima kritik atas pemerintah. Namun hal itu dibantah oleh Putra Mahkota yang mengatakan bahwa penangkapan tersebut lantaran adanya hubungan dengan badan-badan intelijen yang mencoba untuk mencelakakan Arab Saudi.
5. Gaya Hidup Yang Mewah
Gaya hidup Pangeran Arab Saudi kini banyak diperbincangkan oleh khlayak publik usai perilisan buku yang menyoroti tentang gaya hidup sang Putra Mahkota. Diketahui bahwa pesta yang diadakan Mohammed bin Salman di sebuah pulau pribadi di Maladewa dihelat dengan jumlah yang fantastis. Acara tersebut bahkan menghadirkan 150 wanita cantik yang berasal dari Brazil, Rusia, hingga wilayah lainnya.
Dalam buku Blood and Oil yang ditulis oleh Bradley Hope dan Justin Scheck membeberkan bahwa biaya yang dikeluarkan sebesar USD 50 juta atau setara dengan Rp 732 miliar. Hal itu tidak heran karena acara tersebut diadakan di pulau pribadi yang berisi beberapa vila pribadi yang dibangun menghadap ke perairan biru Samudra Hindia, dengan sebuah mesin salju yang didatangkan secara khusus agar pengunjung bisa bermain-main dalam badai salju buatan di pantai tropis.
Selain itu menurut Private Island News tak tanggung-tanggung acara tersebut juga menghadirkan bintang tamu ternama seperti Pitbull, rapper Korea Gangnam Style Psy, Dj Afrojack, Jeniffer Lopez, hingga Shakira juga ikut memeriahkan acara tersebut.
6. Meningkatnya Jumlah Eksekusi di Arab Saudi
Menjabatnya Mohammad bin Salman sebagai Putra Mahkota selama beberapa tahun terakhir membuat beberapa aturan berubah. Reformasi sosial di Arab Saudipun berubah seperti dibukanya bioskop pertama kali di negara tersebut hingga diizinkannya berlangsungnya konser musik. Langkah tersebutpun dipuji oleh banyak orang sebagai kemajuan menuju masyarakat yang lebih terbuka. Namun sayangnya hal ini juga dibarengi dengan jumlah eksekusi yang makin meningkat selama periode yang sama.
Seperti yang kita ketahui bahwa Arab Saudi merupakan negara yang masih memenggal kepala orang sebagai bentuk eksekusi. Hal ini membuat Arab Saudi menduduki lima negara teratas untuk jumlah eksekusi yang dilakukan selama beberapa dekade. Menurut organisasi HAM Reprieve dan Amnesty International, beberapa tahun terakhir jumlah eksekusi di Arab Saudi telah meningkat tajam.
7. Krisis Dewan Kerja Sama Teluk (GCC)
Pemutusan hubungan diplomatik dan pemblokadean perdagangan dengan Qatar dilakukan oleh empat negara pada tanggal 5 Juni 2017. Langkah tersebut nampaknya didorong oleh Mohammed bin Salman dan Putra Mahkota Uni Emirat Arab, Mohammed bin Zayed Al Nahyan yang tidak sepakat dengan Qatar terhadap pembagian kursi di Dewan Kerjasama negara-negara Teluk atau GCC.
Kekhawatiran Putra Mahota terhadap invasi yang akan merusak hubungan jangka panjang Arab Saudi dengan Amerika Serikat, membuat Mantan Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson memberi tekanan terhadap Putra Mahkota, sehingga menjadi faktor utama Mohammed bin Salman mundur dari blokade ini.
Penulis: Devi Novita
Posting Komentar