Pasien Corona di Indonesia Menurut Pandangan Ulama
Covid-19 | Foto: Foto oleh Edward Jenner dari Pexels |
Cahaya Islam - Pasien corona di Indonesia jumlahnya mulai meningkat kembali dikarenakan ada temuan varian baru yaitu omicron. Seperti yang diumumkan Kementerian Kesehatan bahwa ada varian omicron dan sudah ditemui 47 kasus.
Sejak dua tahun lalu setiap harinya ada banyak orang terjangkit virus ini, dan mungkin Anda sudah terbiasa. Tapi, sekarang ini mulai muncul varian baru yang katanya jauh lebih menakutkan.
Sebagai seorang yang beragama, daripada berlarut-larut dengan ketakutan lebih baik pandemi covid-19 dijadikan sebagai ladang pahala. Adanya pandemi membuat Anda lebih sering di rumah dan memiliki waktu lebih senggang.
Tidak hanya soal ibadah kepada Allah SWT, tetapi juga melakukan kebaikan dengan sesama manusia. Ini sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah ï·º ketika ada pandemi di zamannya.
Pandangan Ulama Tentang Wabah dan Pasien Corona di Indonesia
Masyarakat Indonesia sempat memutuskan berdamai dengan pandemi, tapi mulai dibuat khawatir kembali. Kekhawatiran datang karena kasus corona terbaru dengan varian Omicron yang baru masuk belakangan ini.
Akibat wabah, banyak keluarga, kerabat, atau teman telah menjadi korban virus mematikan ini. Tidak hanya orang dewasa, banyak anak-anak juga menjadi korban dari keganasan covid-19.
Pandemi yang tiada usai membuat beberapa ulama mengeluarkan pendapatnya tentang tha’un dan waba’. Salah satu ulama yang mengemukakan pendapatnya tentang kedua hal tersebut adalah Syeikh Ibnu Hajar.
Syeikh Ibnu Hajar berpendapat bahwa tha’un merupakan pandemi yang dapat menimpa semua orang tanpa batasan usia atau jenis kelaminnya. Sedangkan waba’ hanyalah sebuah penyakit menular.
Jika dilihat dari pasien corona di Indonesia, ini merupakan sebuah tha’un. Mungkin Anda pernah berpikir bahwa bagaimana status dari seseorang yang telah meninggal karena corona, apakah mati syahid atau tidak.
Status dari seseorang yang terjangkit suatu wabah adalah mati syahid. Ini tentu sesuai dengan kitab dari Syekh Ibnu Ajibah Al Hasani tentang kategori dari seseorang yang terkena wabah dan meninggal.
Ada tiga kategori yang dijelaskan di dalam kitab tersebut. Pertama, siapa saja yang memiliki ciri-ciri atau gejala sama dengan wabah tersebut, maka ketika meninggal adalah syahid.
Kedua, siapa saja yang terjangkit wabah tersebut tapi tidak mati karenanya maka kematiannya tetap dianggap syahid. Ketika ada seseorang dan awalnya terjangkit, tapi kemudian sembuh kematiannya tetap syahid.
Ketiga, jika seseorang tidak terpapar dan kematiannya bukan disebabkan karena terjangkit wabah tersebut kematiannya tetap syahid. Hal itu terjadi ketika orang tersebut meninggal pada waktu wabah belum selesai.
Pencegahan Wabah agar Tidak Ada lagi Pasien Corona di Indonesia
Di zaman Rasulullah ï·º dahulu pernah terjadi wabah penyakit dan cukup lama atau saat ini disebut dengan pandemi. Rasulullah memperingatkan umatnya agar tidak dekat-dekat dengan wilayah tersebut.
Rasulullah juga memerintahkan wilayah terkena wabah tersebut untuk menutup diri. Selain itu, masyarakat atau penderitanya wajib diberikan tempat atau daerah khusus untuk melakukan isolasi hingga dirinya sembuh.
Pencegahan dan penanganan penyebaran wabah dengan cara mengisolasi diri juga telah diterapkan oleh beberapa negara termasuk Indonesia. Cara tersebut memang dinilai cukup mampu menekan kasus corona.
Selain mengisolasi wilayahnya agar tidak ada orang masuk, ini dilakukan agar masyarakat setempat tetap berada ditempatnya. Seperti yang diketahui bahwa orang dari wilayah terjangkit sebaiknya tetap tinggal di daerahnya tersebut.
Sebagai umat beragama, pencegahan dan penanganan paling tepat selain melakukan sosial distancing adalah berikhtiar. Ketika bertafakur, Anda akan menganggap bahwa pandemi ini adalah salah satu dari rahmatNya.
Tanpa disadari bahwa pencegahan dan penanganan wabah sebenarnya telah diajarkan oleh Rasulullah ï·º. Umat manusia hanya perlu mengingat dan mencontohnya agar tidak ada pasien corona di Indonesia yang berguguran lagi.
Posting Komentar