Kisah Muslim
Sejarah
Kisah Sultan Alp Arslan, Sang Penakluk Anatolia Dari Daulah Saljuk
Daftar Isi [Tampilkan]
Pertempuran Manzikert (Ilustrasi) | Foto: dailysia.com |
Cahaya Islam - Sultan Alp Arslan merupakan penguasa kedua dari Kesultanan Saljuk Raya yang berpusat di Kota Isfahan dan menguasai Persia hingga Anatolia. Nama aslinya adalah Muhammad bin Daud bin Mikail bin Saljuk. Ia merupakan putera dari Chagri Bey Daud, penguasa Khurasan sekaligus saudara dari Sultan Tughrul. Ia naik tahta menggantikan pamannya, Sultan Tughrul Bey pada tahun 1063 Masehi. Karena kehebatan dan keberaniannya, ia dijuluki sebagai Alp Arslan, yang berarti Singa Pemberani. Ia merupakan Sultan Saljuk yang berhasil membawa negara menuju masa keemasannya. Pada masanya, ia berhasil memasukkan negeri Syam ke dalam kekuasaannya. Ia juga menginvasi kawasan Anatolia yang sebelumnya merupakan wilayah milik Byzantium.
Pada masa pemerintahannya juga terjadi konflik militer antara Saljuk dengan Byzantium yang puncaknya terjadi pada Pertempuran Manzikert, dimana saat itu Byzantium berhasil dikalahkan dan Kaisar Romanus Diogenes yang menjadi pemimpin pasukan berhasil ditawan. Ia juga menaklukkan Armenia dan Georgia, dan menjadikannya sebagai pangkalan militer ketika hendak menaklukkan wilayah-wilayah Byzantium yang berdekatan dengan wilayah kekuasaannya. Kesultanan Saljuk dibagi menjadi 5 pemerintahan, yaitu Saljuk Raya di Persia, Saljuk Suriah, Saljuk Irak, Saljuk Kirman, dan Saljuk Romawi di Anatolia, namun tetap menginduk ke Saljuk Raya.
Berdirinya Pemerintahan Kesultanan Saljuk
Saljuk berasal dari Bangsa Turki, yaitu dari suku Qinik dari kabilah Oghuz yang tinggal di wilayah Transoxiana. Bangsa Turki awalnya tinggal di wilayah Asia tengah dekat Laut Kaspia dan Laut Aral. Mereka masuk Islam pada abad ke-4 Hijriyah. Nama Daulah ini dinisbatkan kepada Saljuk bin Duqaq.
Pada tahun 642 Masehi, tepatnya masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab, pasukan muslimin bergerak menuju ke negeri-negeri Al Bab untuk menaklukannya, yang saat itu dihuni oleh Bangsa Turki. Panglima pasukan muslimin yang dipimpin oleh Abdurrahmanbin Rabi’ah bertemu dengan Raja Turki Syahbaraz. Raja Turki itu kemudian meminta perdamaian, sehingga tidak pernah terjadi konfrontasi antara kaum muslim dan Bangsa Turki. Raja Syahbaraz kemudian ikut serta membantu kaum muslimin untuk bergerak menaklukkan wilayah Armenia. Dengan masuk islamnya pemimpin Turki ini, maka banyak dari Bangsa Turki kemudian memeluk islam dan menjadi mujahid yang berjuang untuk menegakkan agama Allah.
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, wilayah Tabaristan berhasil ditaklukkan. Kemudian pada tahun 31 Hijriyah, kaum muslimin menyeberangi sungai Jihun dan berhasil sampai di wilayah Transoxiana. Bangsa Turki yang tinggal disana pun banyak yang akhirnya masuk Islam dan menjadi bagian dari penyebar dakwah Islam ke seluruh negeri. Pasukan Muslimin terus bergerak untuk menaklukkan kota-kota di Asia Tengah seperti Bukhara, kota kelahiran Imam Al Bukhari. Mereka juga sampai di Kota Samarkand, hingga akhirnya seluruh kawasan Transoxiana masuk ke dalam pemerintahan Islam dan menjadi wilayah yang akan menciptakan peradaban yang gemilang.
Pada masa pemerintahan Khalifah Al Mu’tashim, Khalifah ke-8 Abbasiyah, banyak bangsa Turki yang menghuni Kota Baghdad. Hal ini disebabkan karena Khalifah Al Mu’tashim banyak merekrut orang Turki untuk menjadi pejabat istana dan pasukan militernya. Karena banyak orang dari Bangsa Arab yang tidak menyukai kehadiran bangsa Turki ini, maka Khalifah Al Mu’tashim memutuskan untuk membangun kota Samarra yang berfungsi sebagai tempat tinggal orang-orang Turki ini. Kota Samarra terletak sekitar 125 km dari Baghdad. Sejak adanya dominasi Bangsa Turki di wilayah kekuasaan Abbasiyah, bangsa Turki mulai menorehkan berbagai prestasi terhadap dunia Islam, hingga akhirnya mereka berhasil mendirikan negara mereka sendiri yaitu Kesultanan Bani Saljuk.
Saljuk bin Duqaq merupakan kakek Bani Saljuk, ia mengabdi kepada Raja bernama Bequ. Saljuk kemudian diangkat menjadi panglima militernya. Karena kehebatannya, para petinggi kerajaan khawatir bahwa Saljuk akan mengambil alih kerajaan. Maka Raja merencanakan untuk membunuh Saljuk. Ketika Saljuk mengetahui hal itu, maka ia keluar membawa keluarganya menuju negeri Islam dekat sungai Sihun. Disana ia menyatakan diri masuk Islam dan mulai melakukan serangan terhadap bangsa Turki yang masih kafir. Saljuk wafat di Kota Jund dan meninggalkan empat orang putera, yaitu Mikail, Arslan, Yusuf, dan Musa. Perjuangannya kemudian dilanjutkan oleh anak-anaknya.
Konflik Dinasti Ghaznawiyah Dengan Para Putera Saljuk
Dinasti Ghaznawiyah didirikan oleh Sabaktakin, seorang panglima kota Ghazna, Afghanistan. Sabaktakin mengabdi kepada Dinasti Samaniyah di Transoxiana. Sabaktakin banyak melakukan penumpasan terhadap para pemberontak di Transoxiana sehingga Sultan Nuh bin Manshur As Samani memberikan wilayah Khurasan kepadanya, namun sebenarnya tujuannya adalah negeri India. Setelah runtuhnya Dinasti Samaniyah, Sabaktakin berhasil menguasai wilayah Samaniyah dan menjadikan kota Ghazna sebagai pusat pemerintahannya.
Ia mulai melakukan penyerangan ke India tahun tahun 369 Hijriyah. Ia berhasil membuat Raja India bernama Jibal untuk menyepakati perdamaian. Sabaktakin wafat tahun 378 Hijriyah dan digantikan oleh puteranya yang bernama Mahmud Al Ghaznawi. Sultan Mahmud Al Ghaznawi berhasil menaklukkan wilayah-wilayah India, ia berhasil menakukkan Punjab dan menjadikan Lahor sebagai pusat pemerintahannya di India. Ia pernah bergerak bersama pasukannya ke pedalaman India untuk menghancurkan patung besar bernama Sumanat. Sepeninggalnya, ia digantikan oleh puteranya yang bernama Mas’ud.
Kekuatan Bani Saljuk pimpinan Arslan yang semakin kuat membuat geram Sultan Mas’ud dan memutuskan untuk menyerang Saljuk. Akhirnya bertemulah pasukan Ghaznawiyah dan pasukan Saljuk di Khurasan. Peperangan ini berakhir dengan kekalahan Ghaznawiyah. Dengan kalahnya Ghaznawi, maka Bani Saljuk semakin berpeluang untuk menguasai Khurasan dan mendirikan negara mereka, yaitu Daulah Bani Saljuk.
Bani Saljuk kemudian mengangkat Tughrul Bey menjadi Sultan pertamanya dan kekuasaan mereka berkembang dari Khurasan. Sultan Tughrul Bey mendapat pengakuan dari Khalifah Abbasiyah, Al Qa’im Biamrillah, serta menikahi puteri Khalifah. Sultan Tughrul Bey wafat pada tahun 1063 Masehi dan digantikan oleh keponakannya, yaitu Muhammad bin Dawud yang dijuluki Alp Arslan.
Sultan Alp Arslan berhasil melakukan perluasan wilayah kekuasaan Saljuk. Ia melakukan penaklukkan ke negeri Syam dan Anatolia. Ia ingin menghilangkan pengaruh Daulah Fathimiyyah yang beraliran Syi’ah di negeri Syam. Ia melaancarkan pengepungan ke beberapa kota di Syam seperti Tripoli, Aleppo, Damaskus, Ramlah, dan Baitul Maqdis.
Pertempuran Manzikert
Pertempuran Manzikert terjadi pada tahun 463 Hijriyah antara Pasukan Saljuk Pimpinan Alp Arslan dengan Pasukan Byzantium Pimpinan Kaisar Romanus IV Diogenes. Penaklukkan atas Armenia memudahkan Alp Arslan untuk membebaskan kota-kota di Anatolia seperti Niksar, Amoria, dan Konya tahun 462 Hijriyah.
Karena semakin banyaknya wilayah Byzantium yang berhasil ditaklukkan, membuat Kaisar Romanus IV Diogenes marah dan mempersiapkan pasukan untuk melawan Bani Saljuk. Sekitar 300.000 pasukan akhirnya dikerahkan ke medan perang. Sultan Alp Arslan awalnya ingin berdamai saja tanpa pertumpahan darah dan ia mengirim utusan kepada Kaisar untuk meminta perdamaian, namun Kaisar menolaknya dan lebih memilih untuk berperang menghancurkan wilayah-wilayah Islam. Sultan Alp Arslan akhirnya menyiapkan pasukan berkekuatan 15.000 prajurit, dan ia berkhutbah di depan pasukannya untuk berjuang hanya untuk menegakkan agama Allah dan siap mati membela agama Islam.
Pada tanggal 26 Agustus 1071 Masehi atau tanggal 25 Dzulqa’dah tahun 463 Hijriyah, bertemulah kedua pasukan dan meletuslah pertempuran di sebuah lembah bernama Manzikert. Pasukan Saljuk bertempur dengan gagah berani hingga mereka berhasil memporakporandakan barisan pasukan Byzantium. Kaisar Byzantium Romanus IV Diogenes pun berhasil ditawan dan dibawa ke hadapan Sultan Alp Arslan. Sultan kemudian menginterogasinya dan menghinakannya. Ia kemudian kembali menawarkan perjanjian damai yang pernah ditawarkan sebelum peperangan. Romanus ditawan selama seminggu. Romanus akhirnya dibebaskan dan dikawal oleh pasukan Saljuk ke Konstantinopel, namun kekuasaannya telah hilang dan digantikan oleh Michael VII.
Dampak Pertempuran Manzikert
Banyak ahli sejarah yang menganggap kekalahan Byzantium dalam pertempuran Manzikert telah mengubah peta politik dan geografis di Anatolia. Dengan kemenangan pasukan Saljuk ini, memberikan peluang bagi pembebasan kota-kota penting Byzantium di seperti Konya, Nicomedia, hingga munculnya Sulaiman bin Qutulmisy yang menaklukkan Kota Nicea/Iznik yang terletak di tepi selat Dardanella dan berdekatan dengan Konstantinopel. Pihak Romawi Barat di Roma menganggap bahwa Byzantium telah gagal dalam menjaga wilayah timur Eropa dari serangan pasukan Islam. Oleh karena itu, pihak Romawi Barat berniat untuk mengambil kembali wilayah Anatolia dengan menggagas seruan Perang Salib, dan juga untuk mengambil kembali Yerussalem. Kekalahan Byzantium di Perang Manzikert ini dianggap sebagai alasan kuat terjadinya ekspedisi Pasukan Salib ke dunia Islam.
Wafatnya Sultan Alp Arslan
Alp Arslan wafat ketika sedang memimpin 200.000 pasukannya menyeberangi sungai Jihun menuju ke Transoxiana. Seorang yang ditugaskan menjaga salah satu benteng yang bernama Yusuf Khawarizmi malah berkhianat. Kemudian pengkhianat itu dibawa ke hadapan Sultan dengan tangan terikat, kemudian Sultan memerintahkan untuk melepaskan ikatannya. Ketika Sultan lengah, ia menusukkan belati yang ia bawa ke dada Sultan sehingga Sultan wafat beberapa hari setelahnya. Sultan Alp Arslan kemudian berpesan kepada Wazirnya Nizam Al Mulk untuk menjadikan puteranya Malik Syah sebagai penerusnya. Ia kemudian dimakamkan di Kota Merv di Khurasan.
Referensi :
Buku “Bangkit Dan Runtuhnya Daulah Bani Saljuk” Karya Prof. DR. Ali Muhammad Ash Shallabi.
Manan., N. 2018. Dinasti Saljuk Dalam Sejarah Peradaban Islam. Adabiya. 20 (2) : 14.
www.turkishhan.org
Via
Kisah Muslim
Posting Komentar