Kisah Muslim
Cahaya Islam - Shalahuddin Al Ayyubi merupakan pendiri Kesultanan Ayyubiyah yang pernah menguasai Mesir dan Syam dalam satu era kepemimpinan. Ia juga dikenal sebagai jenderal yang membebaskan Baitul Maqdis (Yerussalem) dari cengkeraman pasukan Salib. Ia sangat terkenal sebagai serorang Sultan yang dermawan, ahli Ibadah, dan kemurahan hatinya. Kesultanan Ayyubiyah merupakan Daulah Islam yang berdiri setelah runtuhnya Kekhalifahan Fathimiyah di Mesir. Setelah menguasai Mesir, Shalahuddin kemudian menggabungkan wilayah Syam ke dalam kekuasaannya setelah wafatnya Sultan Nuruddin Mahmud Zanki, penguasa negeri Syam saat itu.
Shalahuddin Al Ayyubi, Sang Pembebas Baitul Maqdis
Daftar Isi [Tampilkan]
Shalahuddin Al Ayyubi (Ilustrasi) | Foto: pinterest.com |
Cahaya Islam - Shalahuddin Al Ayyubi merupakan pendiri Kesultanan Ayyubiyah yang pernah menguasai Mesir dan Syam dalam satu era kepemimpinan. Ia juga dikenal sebagai jenderal yang membebaskan Baitul Maqdis (Yerussalem) dari cengkeraman pasukan Salib. Ia sangat terkenal sebagai serorang Sultan yang dermawan, ahli Ibadah, dan kemurahan hatinya. Kesultanan Ayyubiyah merupakan Daulah Islam yang berdiri setelah runtuhnya Kekhalifahan Fathimiyah di Mesir. Setelah menguasai Mesir, Shalahuddin kemudian menggabungkan wilayah Syam ke dalam kekuasaannya setelah wafatnya Sultan Nuruddin Mahmud Zanki, penguasa negeri Syam saat itu.
Shalahuddin Al Ayyubi
Shalahuddin Al Ayyubi lahir pada tahun 532 Hijriyah/1139 Masehi di kawasan Tikrit tepi sungai Tigris, Irak. Ia berasal dari Suku Kurdi. Nama lengkapnya adalah Shalahuddin Yusuf bin Najmuddin Al Ayyubi. Pamannya bernama Asaduddin Syirkuh, yang mengabdi kepada Imaduddin Zanki, gubernur jenderal Saljuk untuk wilayah Mosul. Ketika ayahnya Najmuddin Ayyub diangkat menjadi walikota Ba’labak di Lebanon oleh Sultan Nuruddin, Shalahuddin banyak belajar tentang politik kenegaraan dan strategi perang. Kemudian ia mempelajari Teologi Sunni selama 10 tahun di Kota Damaskus.
Ia pernah diajak oleh pamannya untuk mengikuti ekspedisi militer melawan pasukan salib di Mesir atas perintah Sultan Nuruddin Zanki untuk memperkuat kedudukannya di Mesir. Mereka berhasil mengembalikan Wazir Fathimiyah yang bernama Syawar ke jabatannya, dimana sebelumnya dipegang oleh Dirgham. Shalahuddin dan pamannya kemudian banyak merebut wilayah pasukan Salib di sekitar kawasan Mesir.
Shalahuddin merupakan orang yang santun dan mengabdikan dirinya kepada agama sebagai hamba yang taat. Ia tetap hidup dalam kesederhanaan dan kedermawanan meskipun ia adalah seorang penguasa yang hebat. Ia tidak hanya dikenal karena ketangguhannya di medan perang, namun juga kesalehannya, kasih sayangnya, dan kerendahan hatinya. Shalahuddin merupakan orang yang menebarkan kasih sayang ke seluruh rakyatnya. Tidak hanya kepada warga muslim, ia juga memberikan kasih sayangnya kepada musuh-musuhnya di medan perang. Ketika menjadi penguasa Mesir, ia mulai menjauhi hal-hal yang tidak produktif dan hanya membuang-buang waktu. Ia mulai berhenti minum-minum anggur dan mulai bersungguh-sungguh untuk menyebarkan paham Sunni dan menghapus paham Syiah di Mesir.
Shalahuddin adalah orang dengan iman yang begitu kuat, sering berdzikir dan berperilaku adil. Selain itu, ia juga merupakan orang yang sabar. Ia pernah memimpin ekspedisi militer melawan tentara Salib ketika dia sedang sakit parah. Beberapa kulit di bagian tubuhnya melepuh sehingga mempersulit gerakannya, namun ia tetap menunggangi kudanya dan memimpin pasukan dengan menahan rasa sakit. Ketika ia berhasil membebaskan Baitul Maqdis pada 2 Oktober 1187, ia memberikan kebebasan kepada warga Nasrani dan Yahudi untuk tetap tinggal di Baitul Maqdis tanpa menyakiti seorangpun. Hal ini berbeda dengan yang dilakukan oleh tentara Salib ketika menduduki Baitul Maqdis, dimana mereka membantai semua kaum muslimin dan menghancurkan banyak masjid. Ini membuktikan kebaikan hati Shalahuddin.
Shalahuddin Membangun Kesultanan Ayyubiyah
Kebangkitan Shalahuddin dimulai dari keberhasilannya mengalahkan tentara Salib yang mulai menguasai Mesir yang merupakan wilayah kekuasaan Islam bersama pamannya, Asaduddin Syirkuh. Setelah kemenangan itu, ia dan pamannya mendiami Mesir dan terus mengurangi pengaruh pasukan Salib di Mesir. Pamannya kemudian diangkat sebagai Wazir Khilafah Fathimiyah setelah kematian wazir Syawar. Namun itu tak berlangsung lama, karena Asaduddin Syirkuh wafat setelah 2 bulan menjabat.
Kemudian jabatan Wazir Fathimiyah dipercayakan kepada Shalahuddin karena dia merupakan orang yang paling muda dan sedikit berpengalaman sehingga Sultan Nuruddin Zanki tidak takut tersaingi. Namun setelah menguasai Mesir, Shalahuddin mulai berkembang menjadi penguasa yang tangguh dan pemberani dan mulai banyak belajar mengenai politik negara. Setelah wafatnya Khalifah Al Adid Billah, Khalifah terakhir Fathimiyah, Shalahuddin memanfaatkan kesempatan itu untuk menjadi penguasa tunggal Mesir. Ia pun mulai dikenal sebagai penguasa tunggal di Mesir. Penguasaan Shalahuddin atas Mesir membuat ia semakin bebas untuk mengatur wilayah kekuasaannya, meskipun pada saat itu, ia tetap mengabdi kepada Sultan Nuruddin Zanki di negeri Syam.
Ketenaran Shalahuddin sebagai penguasa Mesir membuat Sultan Nuruddin Zanki merasa tersaingi dan kesulitan untuk menguasai wilayah Mesir. Sultan Nuruddin kemudian berencana melakukan serangan ke Mesir, namun serangan itu tidak dapat tercapai karena Sultan Nuruddin wafat sebelum berangkat ekspedisi.
Dengan wafatnya Sultan Nuruddin Zanki penguasa Syam membuat pergerakan Shalahuddin semakin luas. Sepeninggal Sultan Nuruddin, para puteranya bertikai untuk memperebutkan tahta kerajaan Zankiyah. Perpecahan antara para putera Nuruddin membuat Shalahuddin bergerak ke Syam untuk menguasai wilayah itu. Shalahuddin dengan mudah menguasai Syam tanpa perlawanan.
Wilayah kekuasaan Daulah ini meliputi Mesir, Mesopotamia, dan Syam. Tradisi pemerintahannya mengikuti tradisi pemerintahan Turki Saljuk dan Khilafah Fathimiyah. Ayyubiyah merupakan pemerintahan berbentuk desentralisasi dengan pengertian bahwa masing-masing penguasa Ayyubiyah memerintah sebagai konfederasi.
Pertempuran Salib
Peperangan Salib merupakan sebuah pertempuran panjang yang merupakan konflik keagamaan antara kaum muslimin dan kaum Kristiani. Perang ini berlangsung selama 200 tahun lamanya dan telah menyebabkan banyak korban jiwa dari kaum muslimin dan kristen. Peperangan ini memiliki beberapa periode. Perang ini berlangsung antara tahun 1095 hingga tahun 1291 Masehi.
Penyebab Pertempuran Salib
Penyebab umum perang ini adalah kebencian umat kristiani atas kaum muslimin karena kekalahan Kekaisaran Byzantium pada pertempuran Manzikert melawan Kesultanan Saljuk pimpinan Sultan Alp Arslan. Akibat dari kekalahan itu Kaisar Byzantium Romanus Diogenes ditawan oleh Alp Arslan. Kekalahan pada pertempuran ini menimbulkan rasa sakit hati umat Kristiani sehingga mereka mulai menanam kebencian atas umat islam.
Tempat-tempat strategis di kawasan Anatolia telah dikuasai oleh Kesultanan Saljuk. Hal ini menyebabkan Kota Konstantinopel terancam jatuh ke tangan kaum muslimin. Untuk mencegah hal itu, maka Kaisar Alexius meminta dukungan Keuskupan Agung di Roma. Sejak saat itu, Keuskupan Agung mulai merencanakan untuk merebut kembali Baitul Maqdis. Sebenarnya upaya untuk merebut Baitul Maqdis semata-mata merupakan ambisi politik Paus Urbanus II untuk menguasai wilayah-wilayah Islam.
Penyebab lainnya adalah ketika Khalifah Al Hakim Biamrillah menjadi penguasa Khilafah Fathimiyah, ia dikenal sangat tidak toleran terhadap agama lain. Ia pernah memerintahkan untuk menghancurkan gereja-gereja dan merusak sistem kerukunan di Palestina saat itu.
Berlangsungnya Peperangan Salib
Seruan perang Salib ini merupakan hasil kerja keras dari Paus Urbanus II yang didukung oleh seorang bernama Peter The Hermit. Peter sangat gencar melakukan kampanye sehingga banyak masyarakat Eropa yang mendukung dan bergabung dalam gerakan ini. Kerja dari Paus Urbanus II dan Peter The Hermit berhasil mengumpulkan tentara berjumlah 150.000 dari Perancis dan Normandia. Mereka berkumpul di Konstantinopel untuk menuju Anatolia. Namun mereka gagal dalam menjalankan misinya karena banyak dari mereka berbuat kerusakan, merampok, mabuk-mabukan, dan perzinahan di tempat yang mereka lalui.
Tindakan ini menyebabkan kemarahan bangsa Bulgaria dan Hongaria, sehingga menyerang tentara Salib hingga berantakan dan sisanya dihancurkan oleh pasukan Saljuk. Gagalnya pasukan Salib ini disebabkan oleh Paus Urbanus II dan Peter The Hermit yang hanya membekali pasukan Salib dengan kebencian saja dan tidak dengan strategi perang.
Setelah hancurnya pasukan Salib ini, mereka akhirnya bangkit pada tahun 1079. Mereka bergerak menyeberangi selat Bosporus dan menuju Anatolia, mereka kemudian mengepung Kota Nicea dan berhasil menaklukkannya. Setahun kemudian mereka berhasil menaklukkan Edessa, Syiria Utara, dan Antokia. Pada tanggal 15 Juli tahun 1099, mereka berhasil menguasai Baitul Maqdis. Di Kota ini, mereka melakukan kekejaman dengan membantai kaum muslimin, Yahudi, dan nasrani yang tidak mau bekerjasama dengan mereka.
Dengan jatuhnya kota Baitul Maqdis ini, maka pasukan salib berhasil mendirikan beberapa kerajaan Latin di kawasan sekitarnya. Kerajaan ini antara lain Kerajaan Edessa, Antokia, Baitul Maqdis, dan Tripoli.
Setelah didudukinya Baitul Maqdis oleh tentara Salib, kaum muslimin pun bangkit untuk merebutnya. Kaum muslimin kemudian dipimpin oleh seorang pejuang hebat bernama Imaduddin Zanki. Ia mengepung Kerajaan Latin Edessa dan berhasil menaklukkannya pada tanggal 24 Desember 1144. Setelah wafatnya Imaduddin Zanki, ia digantikan oleh putranya yang dikenal sebagai Nuruddin Mahmud Zanki. Dibawah pimpinan Nuruddin, kota-kota disekitar Antokia dapat dikuasainya. Pada tahun 1164 Masehi, pasukan Nuruddin berhasil menaklukkan kota Antokia dan menyandera Raja Bohemond dan sekutunya Raymond III. Mereka dibebaskan setelah ditebus dengan bayaran yang besar.
Tujuan berikutnya adalah untuk membebaskan Mesir pada tahun 1196 M. Kemenangan telak Nuruddin Zanki menyebabkan Raja Louis IV dan Conrad II melarikan diri ke negerinya. Pada tahun 1174, Nuruddin Zanki wafat dan kendali pasukan Islam dipegang oleh Shalahuddin Al Ayyubi. Shalahuddin berhasil membawa pasukan Islam untuk membebaskan Baitul Maqdis pada tanggal 2 Oktober 1187. Dengan jatuhnya Baitul Maqdis ke tangan pasukan Islam, maka berakhirlah kerajaan Latin Baitul Maqdis yang telah menguasai kota itu selama 88 tahun.
Pada tahun 1189, Pasukan Salib kembali untuk merebut Baitul Maqdis dan membalas dendam. Kali ini mereka dipimpin oleh Raja Frederick Barbarosa dari Jerman, Richard The Lion Heart, Raja Inggris, dan Philip Augustus, Raja Perancis. Namun, mereka gagal memasuki Baitul Maqdis dan hanya dapat menduduki kota Akka dan menjadikannya wilayah kerajaan Latin. Pada tanggal 2 november 1192 dibuatlah perjanjian yang menyatakan bahwa orang-orang Kristen boleh berziarah ke Baittul Maqdis.
Wafatnya Shalahuddin Al Ayyubi
Shalahuddin Al Ayyubi wafat pada hari Rabu, tanggal 27 Shafar tahun 589 Hijriyah atau bertepatan dengan tanggal 3 Maret 1193 Masehi. Untuk mengenang keberaniannya, dibangun patung Shalahuddin yang sedang menunggangi kuda di alun-alun Kota Damaskus dekat gerbang menuju pusat Sauq Al Hamadiyah.
Referensi :
Abidin., Z. 2013. Perang Salib (Tinjauan Kronologis dan Pengaruhnya Terhadap Hubungan Islam dan Kristen). Jurnal Rihlah. 1 (1) : 126.
Syukur., S. 2011. Perang Salib Dalam Bingkai Sejarah. Jurnal Al Ulum. 11 (1) : 189-204.
Via
Kisah Muslim
Posting Komentar